Jakarta – OJK (Otoritas Jasa Keungan) sebagai salah satu lembaga yang berkuasa mengatur pasar modal telah menerapkan penarikan iuran tahunan kepada emiten di dalam pasar modal. Dengan ketentuan pungutan iuran ini, emiten kepada Otoritas Jasa Keuangan sudah diatur dalam PP nomer 11 tahun 2014, tentang iuran yang diatur oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Akan tetapi, pihak AEI (Asosiasi Emiten Indonesia) merasa terbebani dengan adanya iuran tersebut yang pertahun dipungut. Hal itu disebabkan karena pihak dari AEI merasa pungutan tersebut tidak adil dan memberatkan.
Franciscus Welirang selaku menjabat sebagai Ketua Asosiasi Emiten Indonesia mengungkapkan, pungutan tahunan OJK yang telah dibebankan kepada seluruh perusahaan terbuka dan tercatat dalam pasar modal. Pungutan tersebut memberikan beban berat bagi perusahaan listed dan hal itu membuat sulit bersaing dengan perusahaan non-listed. d
“Hingga hari ini, beberapa perusahaan merasa bukan perusahaan finance, namun dianggap perusahaan finance. Dan sehingga ada terkena iuran. Beberapa perusahaan semen yang juga perusahaan semen, dia dipungut pungutan sedangkan perusahaan non tbk tidak kena pungutan,” jelasnya saat ditemui di Gedung BEI, kemarin hari Kamis (23/02/2017).
Franky menambahkan bahwasanya iuran tersebut akan terasa adil hanya untuk perusahaan dalam sektor keuangan. Karena itu OJK juga memungut iuaran pada perusahaan keuangan non- listed.
“Bila menjadi beban sih juga tidak sebenarnya, namun Keadilannya (fairness-nya). Apa memang perusahaan semen seperti itu dagang uang?. Perusahaan semen yang bukan Tbk tidak dipungut biaya, tapi justru bank asuransi, leasing yang Terbuka dan tidak dipungut, kan itu gak adil?.” Imbuh pria yang kerap disapa Franky tersebut.
“Besar kecilnya itu iuran saya tidak tahu, kan itu masalahnya adalah pada prinsip.” Paparnya. Menurut dalam catatanya, pernah ada emiten yang membayar pungutan hingga 300 juta pada OJK.